Selasa, 10 Maret 2015

Dampak Pertengkaran Orang Tua Terhadap Anak


REPUBLIKA.CO.ID, Pertengkaran yang dilihat atau didengar, bisa membuat anak tersebut mempraktikkan hal tersebut kepada orang lain. Misalnya, kepada teman sepermainan. Namun, katanya, tidak selamanya tindakan itu berupa kekerasan secara fisik. ''Pertengkaran itu bisa ditiru oleh anak karena daya ingatnya yang baik. Ini bahkan bisa dilakukan kepada teman sepermainannya. Mungkin tidak secara fisik. Tindakannya bisa juga dengan kekerasan verbal. Misalnya, dengan melontarkan kata-kata kasar seperti yang didengar dalam pertengkaran orang tuanya,'' ungkap Elmira Sumintardja, psikolog yang juga Koordinator LSM Jaringan Relawan Independen (JARI).
Pertengkaran itu, katanya, juga bisa berdampak lama. Misalnya, menjadi trauma dan melekat hingga anak menjadi dewasa. Hal ini karena pengalaman itu belum dapat dihilangkan dari dirinya. Selain itu, anak tidak bisa menetralkan dirinya terhadap orang tua. Biasanya, kata dia, anak itu akan terus merasa benci kepada salah satu orang tuanya. Misalnya kepada ayah, karena dia berpihak kepada ibu. Selain itu, tanda lainnya bisa terlihat dari enggannya anak untuk masuk sekolah. Prestasi belajarnya menjadi turun. Bahkan hubungannya dengan teman sekolahnya menjadi merenggang. Menurut Elmira, untuk menangani hal ini diperlukan kesadaran dari para orang tua untuk menahan emosi di depan anak. Jika ada pertengkaran, kata dia, diusahakan agar tidak dihadapan anak. ''Itu memang alasan klise, namun memang seharusnya seperti itu."
Efek Buruk Bertengkar Depan Anak
By :(http://sosbud.kompasiana.com/2011/03/27/dampak-pertengkaran-orangtua-terhadap-kehidupan-anak-351942.html) Tak satu pun anak di dunia, berapapun usia mereka, tidak suka melihat orang tua bertengkar. Inilah alasan jangan bertengkar depan anak. Masalahnya, jika anak sering melihat Anda dan suami bertengkar, mereka bisa meragukan kebahagiaan dan kedamaian yang dijanjikan sebuah ikatan perkawinan. Kemungkinan terbesar, jika orang tua tidak menyadari hal ini, anak akan mengalami trauma. Bisa jadi, setelah anak beranjak remaja dan dewasa, dia akan malas atau takut menikah, sebab dalam pikirannya untuk apa menikah kalau nantinya selalu diisi pertengkaran. Efek lain anak sering menyaksikan orangtua bertengkar adalah anak dapat menjadi individu minder dan tidak percaya diri. Sebab, mendengar orangtua yang disayanginya bertengkar bisa melukai hati anak. Dia pun kerap kebingungan menempatkan posisi di mana harus berada, membela mama atau papa? Perasaan dilematis inilah yang kemudian mengganggu pemikirannya. (http://www.parenting.co.id/article/dunia.mama/efek.buruk.bertengkar.depan.anak/001/006/205)

Berikut Beberapa dampak Pertengkaran Orang Tua Terhadap anak :
1. Anak-anak bisa trauma, sehingga mereka bisa tiba sakit (untuk yang pertahanan tubuhnya lemah).


2. Prestasi belajar di sekolah jadi menurun, akibat kepikiran orangtuanya yang selalu rebut dan bertengkar setiap hari. 3. Terjadi perubahan sikap. ==> Anak menjadi lebih tertutup, nggak mau lagi bergaul dengan orang-orang yang mengetahui bahwa orangtuanya nggak akur (akibat gossip tetangga dan ejekan teman-teman), bahkan bisa menyebabkan si anak tidak respect lagi pada orangtua sebagai akibat dari lunturnya kepercayaan si anak pada sosok orangtuanya.


4. Image orangtua berubah di mata anak ==> Biasanya salah satu pihak akan dianggap “penindas” di mata si anak, entah itu ayah atau ibu. Tapi biasanya ayah.


5. Ketika dewasa, jadi takut menikah ==> Tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa orang yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis, jadi takut menikah ketika trauma pertengkaran kedua orangtuanya terus membayangi kepala. Ada juga yang sebaliknya, trauma itu tetap ada, tapi dijadikan pelajaran yang sangat berharga “jika orangtua saya dulu membuat saya trauma akibat ketidakharmonisan yang mereka pertontonkan, maka saya tidak boleh melakukan hal itu pada anak saya”.


6. Rentan terjerumus pada hal-hal negatif. ==> Biasanya karena pusing mau berpihak pada ayah atau ibu mereka. Jadi lebih memilih untuk tidak memihak keduanya dan berusaha mencari hal baru di luar rumah. Dan menjadi permisif terhadap hal negatif, jika benteng keimanan yang dimiliki tidak cukup kuat, dan orangtua juga kurang peduli terhadap anaknya (menganggap ketidakharmonisan dalam keluarga tidak menyebabkan dampak apa-apa bagi si anak).



Kesimpulan :

Sebagai seorang anak, saya pikir, para orangtua perlu mengenali anaknya sebaik-baiknya. Perlu dekat juga pada si anak. Jadi ketika si anak tiba-tiba mengalami perubahan sikap setelah pernah menyaksikan pertengkaran kedua orangtuanya, si anak perlu didekati secara personal, apakah memang karena hal itu yang menyebabkan dia berubah? Ataukah karena ada masalah lain di luar rumah? 


Bagaimanapun juga konflik memang selalu ada dalam kehidupan, sebab dunia memang tidak berjalan sesuai kehendak kita, tapi kita tetap bisa mengelola konflik yang ada agar semuanya bisa berjalan harmonis.

Bersambung ke  (Selingan) Tentang Iman Kepada Hari Akhir, Kemudian ke pembahasan mengenai bagaimana sebaiknya menyelesaikan konflik rumah tangga (InsyaAllaah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar